Tanpa ampunan dan Rahmat Allah, siapa kita?

istockphoto.com

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi (Q.S. Al-A’raf [7]: 23)

 

Doa populer di kalangan umat Islam ini diucapkan oleh Nabi Adam AS dan Siti Hawa ketika mereka sadar telah melanggar perintah Allah Ta’ala. Mereka berdua diperbolehkan tinggal dan melakukan apa saja di surga kecuali mendekati sebuah pohon dan memakan buahnya, yang disebut oleh Iblis sebagai buah Khuldi. Tidak ada riwayat yang kuat tentang seperti apa buah tersebut. Namun Al-Qur’an menjelaskan bahwa setelah memakan buah tersebut terbukalah aurat Nabi Adam dan Siti Hawa. Mereka pun sadar telah membuat kesalahan.

Ada yang mengatakan bahwa buah Khuldi tidaklah spesial dan larangan memakannya pada esensinya adalah suatu bentuk ujian dari Allah Shubhanahu wa ta’ala untuk menguji kepatuhan Adam dan Siti Hawa pada perintah dan larangan-Nya. Ada pula yang menafsirkan keinginan mencicipi buah Khuldi yang terlarang sebagai perumpamaan nafsu manusia yang tidak pernah puas meskipun berada dalam kecukupan atau berada di tempat yang baik. Sehingga ia masih terus bernafsu mencari sesuatu yang belum ia miliki sekalipun hal itu terlarang.

Singkat cerita, Iblis berhasil membujuk Nabi Adam dan Siti Hawa untuk memakan buah Khuldi. Namun demikian, Adam dan Siti Hawa menunjukkan keteladanan mereka dengan bertanggung jawab penuh atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekalipun dibujuk dan ditipu oleh Iblis hingga melanggar perintah Allah Shubhanahu wa ta’ala, Nabi Adam dan Siti Hawa tidak menyalahkan siapa-siapa kecuali diri mereka sendiri. Meraka berujar, “Sungguh kami telah menganiaya diri kami sendiri.” Pasalnya, Iblis bisa saja membujuk, tetapi keputusan akhir ada pada mereka berdua untuk mengikuti bujukan atau menolaknya. Menurut Ibnu Katsir, ini adalah salah satu syarat utama taubat di mana seseorang harus pertama-tama mengakui kesalahannya sendiri dan berani memikul tanggung jawabnya. Kemudian seseorang yang bertaubat tentunya harus berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.

Hal penting lainnya yang tersirat dari doa ini adalah siapa pun kita, baik Nabi maupun Raja sekalipun, jika Allah “tidak mengampuni dan merahmati” kita, maka kita kelak termasuk ke dalam “orang-orang yang merugi.” Sebab sehebat apa pun kita, tanpa ampunan dan rahmat Allah Shubhanahu wa ta’ala, kita bukan siapa-siapa.

Referensi: Tafsir Al-Jalalain, Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu Katsir

Loading